Tindak Tutur Austin: Pengertian, Latar Belakang, dan Pengelompokan

Tindak Tutur Austin - Languafie

Tindak tutur merupakan teori penggunaan bahasa yang dikemukakan oleh John Langshaw Austin (1962) dalam bukunya How to Do Things with Words. Austin adalah dosen Fakultas Filsafat Bahasa di Universitas Oxford. Teori ini dikembangkan dan dipahami lebih baik oleh muridnya Searle (1979), setelah itu ide keduanya adalah untuk mendominasi studi penggunaan bahasa, pragmatik. Pada pembahasan ini, kita akan mengenal mengenai bagaimana tindak tutur Austin.

A. Pengertian Tindak Tutur

Tindak tutur adalah teori yang mengkaji makna bahasa dalam kaitannya dengan hubungan antara kata-kata dan tindakan yang dilakukan penutur kepada mitranya selama komunikasi. Artinya, tuturan baru bermakna jika diwujudkan dalam tindak komunikasi yang sebenarnya. Selanjutnya, tindak tutur ditentukan oleh kemampuan linguistik penutur dalam menangani situasi tertentu. Tindak tutur ini lebih menitikberatkan pada makna atau makna dari tindak tutur tersebut. Tindak tutur adalah fungsi bahasa sebagai alat bertindak. Semua kalimat atau ujaran yang diucapkan oleh seorang penutur sebenarnya mengandung beberapa fungsi komunikatif.  

Dalam suatu peristiwa tutur, konteksnya adalah ragam kegiatan sosial, dan tuturan ini menentukan pilihan ragam tutur. Mengenai pembahasan tindak tutur ini, ada beberapa aspek yang harus dipahami dalam situasi tutur, terutama pengertian peristiwa tutur, yaitu aktivitas masyarakat tutur, situasi tutur, peristiwa tutur, aktivitas, atau kegiatan setelah pembahasan tindak tutur. Langsung dipandu oleh aturan. Menurut Rahardi (2005) dan Rusminto (2012), ada beberapa jenis tindak tutur, yaitu sebagai berikut.

  1. Tindak tutur lokusi. Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang mengungkapkan sesuatu. Makna ujaran yang disampaikan biasanya merupakan fakta atau keadaan yang sebenarnya. Dalam tindak tutur, pesan yang disampaikan adalah benar. Tindak tutur ini tidak mengandung makna tersembunyi di balik tuturan dan tidak memerlukan tindakan atau efek dari lawan bicaranya. Contoh tindak tutur lokusi, yaitu “Ikan paus adalah binatang menyusui”. Tuturan tersebut adalah sekadar mengatakan sesuatu (bahasa), tanpa maksud melakukan sesuatu (implikasi), apalagi memengaruhi lawan bicara (implikasi). Pesan yang disampaikan dalam contoh ini berupa penyampaian fakta bahwa paus tergolong hewan yang menyusui (mamalia).
  2. Tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung makna tersembunyi atau makna lain yang diinginkan penutur kepada mitra tutur. Ketika penutur mengucapkan suatu tuturan, sebenarnya ia juga melakukan tindakan, yaitu mengungkapkan maksud atau keinginannya melalui tuturan tersebut. Contoh tindak tutur ilokusi misalnya: “Rambutmu sudah panjang”. Tuturan tersebut apabila dituturkan oleh seorang laki-laki kepada pacarnya dimaksudkan untuk menyatakan kekaguman. Akan tetapi apabila dituturkan oleh seorang ibu kepada anak lelakinya atau oleh seorang istri kepada suaminya, kalimat ini dimaksudkan untuk menyuruh atau memerintah agar sang anak atau suami memotong rambutnya.
  3. Tindak tutur perlokusi. Tindak tutur ini adalah tindakan yang mengerahkan pengaruh atau efek yang meningkat pada mitra tutur. Perilaku tindak tutur perlokusi lebih mementingkan hasil karena perilaku ini dianggap berhasil jika mitra tutur melakukan sesuatu yang relevan dengan tuturan pembicara. Contoh tindak tutur, misalnya: “Rumahnya jauh”. Kata-kata itu diucapkan oleh pembicara kepada ketua perkumpulan. Implikasinya adalah pembicara bermaksud untuk menyampaikan bahwa yang bersangkutan tidak boleh terlalu aktif dalam organisasinya, dan efek penutup yang diinginkan pembicara adalah presiden asosiasi tidak memberi tugas berlebihan kepada orang yang bersangkutan.
  4. Tindak tutur direktif. Menurut Austin (1962), tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang menghasilkan beberapa efek melalui tindakan pendengar, seperti perintah, permohonan, permintaan, saran, dsb. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang penuturnya berusaha meminta mitra tutur untuk bertindak atau tidak. Tindak tutur ini berwawasan ke depan, artinya seseorang tidak dapat menyuruh seseorang untuk melakukan sesuatu di masa lalu. Seperti tindak tutur lainnya, tindak tutur direktif mengandaikan kondisi tertentu pada mitra tutur sesuai dengan konteksnya.

B. Latar Belakang Lahirnya Tindak Tutur Austin

Pada dasarnya berapa banyak indera yang dapat mengatakan bahwa sesuatu sedang melakukan sesuatu atau bahwa kita sedang melakukan sesuatu atau bahkan bahwa kita sedang melakukan sesuatu dengan mengatakan sesuatu. Kalimat ini pada dasarnya mengatakan bahwa ketika kita mengatakan sesuatu kita melakukan sesuatu, atau ketika kita mengatakan sesuatu kita sedang melakukan sesuatu melakukan sesuatu, bahkan ketika kita mengatakan sesuatu, kita sedang melakukan sesuatu. Contoh: Ketika seseorang mengatakan maaf, berjanji, dll, orang tersebut tidak hanya mengatakan tetapi juga mengatakan orang tersebut, sementara juga melakukan tindakan permintaan maaf atau janji. Saya menyebutnya tindakan mengatakan sesuatu dalam arti yang benar-benar normal, yaitu dubbing, kinerja tindak tutur, yang selama ini dalam studi wacana, menghormati pembelajaran bahasa atau unit bahasa lengkap. “Tindakan mengatakan sesuatu dalam arti normal adalah apa yang saya sebut kinerja tindakan linguistik, dan studi bahasa adalah studi bahasa atau seluruh unit bahasa.” Hal ini sesuai dengan pernyataan Austin (1965: 94), yang menyatakan bahwa: 

The ground up how many sense there are in which to say something is to do something or in saying something we do something, and even by saying something we do something.”

Pidato-pidato yang mengiringi tindakan Austin disebut performance speech. Wacana performatif meliputi wacana, implikasi, dan tuturan. Untuk mencapai tuturan performatif, syarat yang harus dipenuhi, yaitu (1) tuturan harus kontekstual, (2) tindakan harus dilakukan dengan benar oleh penutur, dan (3) penutur harus memiliki niat yang benar. Ketiga kondisi kebahagiaan ini akan menentukan jenis tuturan penutur. Austin (dalam Yuliantoro, 2020:19) dalam bukunya How To Do With Words memberikan beberapa contoh kalimat performatif atau pidato performatif atau performatif singkat, seperti terlihat di bawah ini. Pertama, I do (sc. Take this woman to be my lawful wedded wife) – as uttered in the course of the marriage ceremony.  “Saya nikahi wanita ini menjadi istri saya menurut hukum yang sah – diucapkan pada waktu upacara pernikahan”. Kedua, I name this ship the Queen Elizabeth – as uttered when smashing the bottle against the stem. “Saya namakan kapal ini Ratu Elizabeth – diucapkan sambil memecahkan botol pada haluan kapal”. Ketiga, I give and bequeath my watch to my brother – as occurring in a will. “Saya berikan jam saya kepada saudaraku – terucap sesuai dengan kehendak”. Keempat, I bet you sixpence it will rain tomorrow. “Saya berani bertaruh “enam pence” denganmu bahwa besok akan hujan”. Contoh di atas menunjukkan bahwa dalam semua wacana dalam kalimat-kalimat ini ada komponen “melakukan” dan komponen “mengatakan”. Wacana performatif seringkali berbeda dengan wacana deskriptif, tetapi kemudian Austin menyimpulkan bahwa semua wacana bersifat “performatif” karena tuturan adalah suatu bentuk tindakan, bukan hanya sesuatu tentang dunia.

C. Pengelompokan Tindak Tutur Austin beserta Contoh Bentuk Tindaknya

Pidato adalah ucapan dan tindakan. Austin mengklasifikasikan tindak tutur performatif menjadi tiga kategori, yaitu (1) lokusi, (2) ilokusi, dan (3) perlokusi. Berikut penjelasan dari ketiganya.

1. Tindak Tutur Lokusi

Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang mengungkapkan sesuatu. Makna ujaran yang disampaikan biasanya merupakan fakta atau keadaan yang sebenarnya. Dalam tindak tutur, pesan yang disampaikan adalah benar. Tindak tutur ini tidak mengandung makna tersembunyi di balik tuturan dan tidak memerlukan tindakan atau efek dari lawan bicaranya. Contoh tindak tutur lokusi, yaitu “Ikan paus adalah binatang menyusui”. Tuturan tersebut adalah sekadar mengatakan sesuatu (bahasa), tanpa maksud melakukan sesuatu (implikasi), apalagi memengaruhi lawan bicara (implikasi). Pesan yang disampaikan dalam contoh ini berupa penyampaian fakta bahwa paus tergolong mamalia.

2. Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung makna tersembunyi atau makna lain yang diinginkan penutur kepada mitra tutur. Contoh tindak tutur ilokusi misalnya: “Rambutmu sudah panjang”. Tuturan tersebut apabila dituturkan oleh seorang laki-laki kepada pacarnya dimaksudkan untuk menyatakan kekaguman. Akan tetapi apabila dituturkan oleh seorang ibu kepada anak lelakinya atau oleh seorang istri kepada suaminya, kalimat ini dimaksudkan untuk memerintah agar memotong rambutnya.

3. Tindak Tutur Perlokusi

Tindak tutur ini adalah tindakan yang mengerahkan pengaruh atau efek yang meningkat pada mitra tutur. Tindak tutur perlokusi mengandung kekuatan untuk melakukan sesuatu dengan mengatakannya. Tindakan ini diatur oleh aturan atau norma yang mengatur penggunaan bahasa dalam situasi tutur antara dua pihak. Contoh tindak tutur, misalnya: “Rumahnya jauh”. Kata-kata itu diucapkan oleh pembicara kepada ketua perkumpulan. Implikasinya adalah pembicara bermaksud untuk menyampaikan bahwa yang bersangkutan tidak boleh terlalu aktif dalam organisasinya, dan efek penutup yang diinginkan pembicara adalah presiden asosiasi tidak memberi tugas berlebihan kepada orang yang bersangkutan. Contoh lainnya adalah ketika seorang pria berkata kepada tunangannya: ‘Aku akan menikahimu’. Tindakan ilokusi untuk Idul Fitri tahun ini adalah ‘Aku akan menikahimu setelah Idul Fitri tahun ini’; ilokusi adalah janji; ilokusi adalah janji dengan meyakinkan tunangan dengan janji seperti yang ada dalam kalimat ini. 

Di antara ketiga tindak tutur tersebut, yang paling dominan adalah kajian pragmatik, yaitu tindak implikasi. Sifat dari tindak tutur, dan juga studi tentang tuturan pertunjukan Austen, adalah nada suara yang tersirat dalam tuturan. Austin (1962: 150) mengklasifikasikan jenis-jenis tindak ilokusi menjadi lima kategori, yaitu: (1) berdiktif, adalah tindakan sugestif, (2) eksersitif, yaitu pembicara menggunakan paksaan, kekuasaan atau pengaruh, (3) komitif, yaitu tindakan pembicara dilakukan untuk suatu tujuan atau tindakan, (4) behabitif, yaitu menyatakan tanggapan penutur terhadap sikap dan perilaku penutur, (5) ekspositif, yaitu tindakan menjelaskan, termasuk membuat, mengklarifikasi poin, mengeksekusi argumen, menggunakan, dan mengutip.

D. Daftar Referensi

  • Austin, John Langshaw. (1962). How to Do Things With Words. Oxford: Oxford University Press
  • ______.(1965). How to Do Things With Words. Oxford New York: Oxford.
  • Searle, J. R. (1974). Expression and Meaning: Studies in the Theory of Speech Acts. Cambridge: Cambridge University Press.
  • ______. (1979). Expression And Meaning: Studies in the Theory of Speech Act. New York: Cambridge University Press.
  • Yuliantoro, Agus. (2020). Analisis Pragmatik. Klaten: Unwidha Press.

E. Unduh (Download) Resume Tindak Tutur Austin

PDF
Tindak Tutur Austin.pdf
Download

Leave a Comment