Tes Keterampilan Berbicara: Konsep, Tingkatan, dan Model Soal

Tes Keterampilan Berbicara

Tarigan (1981), menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.Tes berbicara adalah pengukuran untuk mengumpulkan informasi mengenai kemampuan seseorang dalam keterampilan berbicara (Shihabuddin, 2009). Tes berbicara bukan hanya tes lisan, melainkan tes penampilan, yaitu tes perbuatan lisan.

A. Konsep Dasar Tes Keterampilan Berbicara

Tarigan (1981), menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pengertian tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa berbicara berkaitan dengan pengucapan kata-kata yang bertujuan untuk menyampaikan apa yang akan disampaikan, baik itu perasaan, ide, atau gagasan.

Seorang pembicara harus memilih ragam bahasa yang sesuai dengan ekologi bahasanya (lingkungan pembicaraan). Jika struktur kebahasaan salah dan tidak sesuai dengan ragam dan ekologi bahasa, maka akan menimbulkan terhambatnya komunikasi, terjadi salah tafsir, salah interpretasi, dan salah penempatan makna yang dikehendaki. Demikian juga pilihan kata yang dipakai harus sesuai dengan ekologi bahasa, topik pembicaraan, dan tingkat penerima pembicaraan. Dengan demikian, keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang kompleks.

Tes berbicara adalah pengukuran untuk mengumpulkan informasi mengenai kemampuan seseorang dalam keterampilan berbicara (Shihabuddin, 2009). Tes berbicara bukan hanya tes lisan, melainkan tes penampilan, yaitu tes perbuatan lisan. Ini berarti yang dinilai bukan hanya pembicaraannya, melainkan proses perbuatan, tindakan, perilaku, dalam menghasilkan pembicaraan itu. Tes berbicara dapat dilakukan dengan tes terpadu atau integratif. Artinya, tes ini memadukan sejumlah komponen yang dijadikan sebagai sasaran tes. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Penggunaan bahasa lisan yang berfungsi sebagai media pembicaraan melalui kosa-kata struktur bahasa, lafal dan intonasi, dan ragam bahasa.
  2. Penguasaan isi pembicaraan yang bergantung pada apa yang menjadi topik pembicaraan.
  3. Penguasaan teknik dan penampilan berbicara yang disesuaikan dengan situasi dan jenis pembicaraan, seperti bercakap-cakap, berpidato, bercerita, dan sebagainya. Penguasaan teknik dan penampilan ini penting sekali pada jenis berbicara formal, seperti berpidato, berceramah, dan berdiskusi.

B. Tingkatan Tes Keterampilan Berbicara

Tingkatan tes kemampuan berbahasa, seperti dibicarakan sebelumnya, merujuk pada pengertian tes ranah kognitif yang terdiri dari enam tingkatan, yaitu tingkat ingatan (C1) sampai dengan tingkat penilaian (C6). Namun, untuk tugas berbicara, masalahnya agak berbeda. Sebab, aktivitas berbicara tidak semata-mata berhubungan dengan kemampuan kognitif, melainkan juga dengan aspek psikomotor, keterampilan yang menampilkan otot. Aktivitas otot yang dimaksud terutama berupa gerakan-gerakan organ mulut ditambah dengan anggota badan yang lain yang sering menyertai kegiatan berbicara. Untuk itu, berikut merupakan uraian tingkatan tes keterampilan berbicara.

1. Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Ingatan

Tes kemampuan berbicara pada tingkat ingatan umumnya lebih bersifat teoretis, menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas berbicara, misalnya tentang pengertian, fakta, dan sebagainya. Tes tingkat ingatan ini dapat juga berupa tugas yang dimaksudkan, untuk mengungkap kemampuan ingatan siswa secara lisan. Jika tugas itu yang dimaksudkan, tes dapat berupa permintaan untuk menyebutkan fakta atau kejadian.

2. Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Pemahaman

Seperti halnya dengan tes tingkatan ingatan, tes kemampuan berbicara tingkat pemahaman juga masih bersifat teoretis, menanyakan masalah-masalah yang berhubungan dengan berbagai tugas berbicara. Tes tingkat pemahaman pun dapat pula dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan pemahaman siswa secara lisan. Contoh tugas yang lain misalnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berdasarkan pemahaman siswa terhadap gambar susun yang disediakan.

3. Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Penerapan

Dalam tes kemampuan berbicara ini, menghendaki siswa untuk praktik berbicara, dengan tujuan agar siswa dituntut untuk mampu menerapkan kemampuan berbahasanya untuk berbicara dalam situasi (masalah) tertentu untuk keperluan berkomunikasi. Situasi pembicaraan yang diangkat hendaklah yang mencerminkan atau menunjang keperluan berkomunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Ragam bahasa yang akan digunakan juga harus sesuai dengan situasi pembicaraan yang dilakukan. Namun, untuk pelajaran bahasa Indonesia, ragam bahasa (situasi pembicaraan) yang dipilih haruslah bersifat formal. 

Hal itu dimaksud agar siswa dapat terlatih untuk mampu menerapkan kemampuan berbicaranya dalam bahasa Indonesia secara baik dan benar. Untuk mengungkap kemampuan berbicara siswa tingkat penerapan, kita dapat memilih pembicaraan dalam berbagai situasi dan berbagai subjek melalui bentuk permainan simulasi.

C. Model Soal Tes Keterampilan Berbicara

Bentuk-bentuk keterampilan atau model soal tes keterampilan berbicara yang dipilih haruslah memungkinkan siswa untuk tidak saja mengucapkan kemampuan berbahasanya. Melainkan juga mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaannya. Bentuk tes keterampilan berbicara pada umumnya dapat dibagi menjadi tujuh cara, yaitu (1) pembicaraan berdasarkan gambar, (2) berbicara berdasarkan rangsang suara, (3) berbicara berdasarkan rangsang visual dan suara, (4) wawancara, (5) bercerita, (6) berpidato, dan (7) diskusi. Untuk itu, berikut merupakan uraian untuk ketujuh cara tersebut.

1. Pembicaraan Berdasarkan Gambar

Untuk mengungkapkan kemampuan berbicara siswa dalam suatu bahasa, gambar dapat dijadikan rangsangan pembicaraan yang baik. Rangsangan yang berupa gambar sangat baik untuk dipergunakan pada anak-anak usia sekolah dasar ataupun pemelajaran bahasa asing tahap awal. Rangsang gambar yang dapat dipakai sebagai rangsang berbicara dapat dikelompokkan ke dalam gambar objek dan gambar cerita.

  • Gambar objek, adalah gambar yang masing-masing memiliki nama satu kata dan merupakan gambar-gambar lepas yang antara satu dengan yang lain kurang ada kaitannya. Gambar objek merupakan gambar tentang objek tertentu yang berdiri sendiri seperti binatang, kendaraan, pakaian, alam, dan berbagai objek yang lain yang kehadirannya tidak memerlukan bantuan objek gambar lain. Gambar objek dapat dijadikan rangsang berbicara untuk peserta didik tingkat awal, misalnya taman kanak-kanak, atau pemelajar bahasa asing tingkat pemula yang masih dalam tahap melancarkan lafal bahasa dan memahami makna kata.
  • Gambar cerita, berisi suatu aktivitas, mencerminkan maksud atau gagasan tertentu, bermakna, dan menunjukkan situasi konteks tertentu. Untuk menunjukkan urutan gambar, panel-panel gambar tersebut dapat diberi nomor urut, tetapi dapat pula tanpa nomor agar peserta didik menemukan logika urutannya sendiri. Gambar cerita ini mirip dengan komik, atau mirip buku gambar tanpa kata (wordless picture books), yaitu buku-buku gambar cerita yang alur ceritanya disajikan lewat gambar-gambar, atau gambar-gambar itu sendiri menghadirkan cerita. Kalaupun dalam gambar-gambar itu disertai kata-kata, bahasa verbal tersebut sangat terbatas. Gambar cerita atau buku gambar tanpa kata bervariasi tingkat kompleksitasnya dari yang sederhana dan mudah dikenali serinya sampai yang abstrak. Dilihat dari sifat alamiah gambar cerita tersebut, terlihat potensial untuk dijadikan bahan rangsang berbicara. Jadi, pada intinya gambar cerita itu sudah menunjukkan makna tertentu. Maka, tugas berbicara berdasarkan rangsang gambar cerita tidak lain adalah tugas menceritakan makna gambar itu atau menjawab pertanyaan yang terkait.
Contoh Gambar Objek Berupa Gambar Binatang

Contoh Gambar Cerita

2. Berbicara Berdasarkan Rangsang Suara

Tes berbicara berdasarkan rangsang suara yang lazim dipergunakan adalah suara yang berasal dari siaran radio atau rekaman yang sengaja dibuat untuk maksud itu. Program radio yang dimaksud dapat bermacam-macam, misalnya siaran berita, sandiwara, atau program-program lain yang layak. Jika program siaran radio yang dipilih waktunya tidak berkesesuaian dengan waktu pembelajaran di sekolah, kita dapat merekam program itu dan menghadirkannya dalam bentuk rekaman. Tugas ini berkaitan dengan tes keterampilan menyimak. Jika bentuk ini sebagai tugas yang harus dilakukan peserta didik, tugas yang diberikan bermacam-macam. 

Contoh Soal:
Dengarkan siaran sandiwara radio yang telah direkam ini dengan baik. Anda boleh menuliskan hal-hal yang penting. Setelah itu Anda diminta untuk menceritakannya kembali di depan kelas.

3. Berbicara Berdasarkan Rangsang Visual dan Suara

Berbicara berdasarkan rangsang visual dan suara merupakan gabungan antara berbicara berdasarkan gambar dan suara. Wujud visual tersebut sebenarnya lebih dari sekadar gambar. Selain wujud gambar diam, gambar gerak, dan gambar aktivitas. Contoh rangsang tersebut lebih dikenal adalah siaran televisi, video, atau berbagai bentuk rekaman sejenis. Bentuk ini berkaitan dengan keterampilan menyimak, tetapi terdapat bentuk lain yang memerlukan pengamatan dan pencermatan seperti gambar, gerak, tulisan dan lain-lain yang terkait langsung dengan unsur suara dan secara keseluruhan menyampaikan satu kesatuan informasi.

Contoh Soal:
Cermatilah siaran berita (sinetron, dunia binatang, dan lainnya) televisi pada pukul 10.00 WIB. Catatlah hal-hal penting. Setelah itu, Anda diminta untuk menceritakannya kembali di depan kelas.

4. Wawancara

Wawancara (oral interview) merupakan teknik yang paling banyak dipergunakan untuk menilai kemampuan berbicara seseorang dalam suatu bahasa, khususnya bahasa asing yang dipelajarinya. Wawancara biasanya dilakukan terhadap seorang (pelajar) yang kemampuan berbahasanya lebih baik; bahasa yang sedang dipelajarinya sudah dirasa cukup memadai sehingga memungkinkan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya dalam bahasa itu. Masalah yang ditanyakan dalam wawancara dapat menyangkut berbagai hal, tetapi hendaknya disesuaikan dengan tingkat siswa (Valette, 1977).

Contoh Soal:
(Berapa usiamu?), (Berapa orang saudaramu?), (Siapa nama Ibumu?), dsb.

5. Bercerita

Pemberian tugas untuk bercerita kepada siswa juga merupakan salah satu cara untuk mengungkap kemampuan berbicara yang bersifat pragmatis. Untuk dapat bercerita, paling tidak ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai oleh siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaimana memilih bahasa) dan unsur “apa” yang diceritakan. Ketepatan, kelancaran, dan kejelasan cerita akan menunjukkan kemampuan berbicara siswa.

Seperti dikemukakan di atas, tugas bercerita dapat dilakukan berdasarkan rangsang gambar susun. Di samping itu, tugas tersebut dapat juga berdasarkan pengalaman aktivitas sehari-hari, pengalaman melakukan sesuatu, atau buku (cerita) yang dibaca. Pada prinsipnya, bermacam rangsang tersebut dapat diterapkan pada berbagai tingkatan siswa (SD sampai SMA), tetapi dengan catatan bahan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa yang bersangkutan. Gambar cerita ini mirip dengan komik, atau mirip buku gambar tanpa kata (wordless picture books), yaitu buku-buku gambar cerita yang alur ceritanya disajikan lewat gambar-gambar, atau gambar-gambar itu sendiri menghadirkan cerita.

6. Berpidato

Siswa dapat memilih bahasa yang tepat untuk mengungkapkan gagasan. Berpidato mempunyai persamaan dengan tugas bercerita. Dalam kehidupan bermasyarakat, aktivitas berpidato banyak dikenal dan dilakukan orang, misalnya pidato sambutan, pidato tentang politik, kenegaraan, dsb. Untuk melatih kemampuan siswa mengungkapkan gagasan dalam bahasa yang tepat dan cermat, tugas berpidato baik untuk diajarkan dan diujikan di sekolah. 

Dalam kaitannya dengan pengajaran (tes) bahasa di sekolah, tugas berpidato dapat berwujud permainan simulasi. Misalnya, siswa bersimulasi sebagai kepala sekolah berpidato dalam upacara bendera, menyambut tahun ajaran baru, hari sumpah pemuda, dsb. Keterampilan ekspresi lisan yang berupa aktivitas berpidato cukup populer di sekolah dan perguruan tinggi, terbukti dengan seringnya diselenggarakan lomba berpidato antar siswa atau mahasiswa.

7. Diskusi

Tugas diskusi baik dilakukan para siswa di sekolah dan terlebih lagi para mahasiswa. Tugas ini tidak saja baik untuk menguji kemampuan berbicara siswa (mahasiswa), melainkan juga sebagai latihan beradu argumentasi. Dalam aktivitas itu, siswa berlatih untuk mengungkapkan gagasan-gagasan, menanggapi gagasan-gagasan kawannya secara kritis, dan mempertahankan gagasan sendiri dengan argumentasi secara logis dan dapat dipertanggung jawabkan.

Model penilaian yang dipergunakan, sesuai dengan pendekatan pragmatik, harus mempertimbangkan unsur bahasa dan unsur yang ada di luar bahasa (isi pembicaraan). Model penilaian yang dikemukakan di atas, model penilaian wawancara dan pidato, dapat juga diterapkan untuk tugas diskusi. Namun, jika dianggap ada aspek-aspek tertentu yang dipandang penting yang belum terungkap, kita dapat saja menyusun model sendiri, misalnya model skala: 0–10 atau 1–10. Aspek-aspek yang dinilai pun dapat disusun sendiri, misalnya meliputi aspek-aspek sesuai gambar berikut.

Aspek Penilaian Keterampilan Berbicara dalam Diskusi

D. Daftar Referensi

  • Shihabuddin, H. (2009). Evaluasi Pengajaran bahasa Indonesia. Bandung: UPI.
  • Tarigan, Henry Guntur. (1981). Berbicara Sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
  • Valette, Rebecca, M. (1977). Classroom Techniques Foreign Language and English as a Second Language. New York: Oxford University.

E. Unduh (Download) Resume Tes Keterampilan Berbicara

PDF
Tes Keterampilan Berbicara.pdf
Download

Leave a Comment