Perubahan Makna dan Penyebabnya

Perubahan Makna dan Penyebabnya

Dalam bahasa Indonesia, kata yang bermakna kemungkinan besar akan berubah. Dalam waktu yang singkat arti kata tersebut akan tetap ada atau tidak berubah, tetapi dalam jangka waktu yang lama arti suatu kata dapat berubah. Perubahan makna adalah adalah evolusi penggunaan kata, yang biasanya sampai pada titik di mana makna modern menjadi sangat berbeda dari makna aslinya. Kasarnya, sebuah kata berubah dari bentuk aslinya karena beberapa penyebab. Pembahasan berikut akan berfokus pada konsep dasar perubahan makna, latar atau faktor penyebab perubahan makna, jenis perubahan makna, sebab perubahan makna, dan bentuk perubahan makna.

A. Konsep Perubahan Makna dan Penyebabnya

Dalam bahasa Indonesia, kata yang bermakna kemungkinan besar akan berubah. Dalam waktu yang singkat arti kata tersebut akan tetap ada atau tidak berubah, tetapi dalam jangka waktu yang lama arti suatu kata dapat berubah. Berdasarkan asumsi tersebut, diperoleh definisi yaitu (1) perubahan makna adalah gejala perluasan, pengurangan, konotasi, sinestesia, dan asosiasi makna suatu kata yang masih dalam medan makna yang sama. Ketika arti dari referensi asli diubah, itu tidak akan berubah atau diganti, tetapi referensi asli telah mengalami perluasan atau kontraksi dari referensi. Contohnya pada kata bapak, kakak, dsb, (2) perubahan makna adalah tanda perubahan kutipan lambang bunyi yang sama. Dalam perubahan makna, referensi berbeda dengan referensi aslinya. Contohnya adalah kata canggih.

Oleh karena itu, misalnya, sebuah kata yang dahulunya berarti “A” sekarang bisa berarti “B”, dan bisa berarti “C”, atau “D”, pada masa depan. Misalnya, setidaknya tiga perubahan makna telah dialami dalam sebuah kata sastra. Pada mulanya kata sastra ini berarti “tulisan” atau “huruf”; kemudian maknanya diubah menjadi “buku”; kemudian diubah menjadi “buku dengan isi dan bahasa yang baik”; dan sekarang yang disebut karya sastra adalah kekayaan imajinatif dan karya kreatif. 

Makna kata juga dapat mengalami pergeseran akibat adanya sikap dan penilaian tertentu pada masyarakat pemakainya. Akibatnya, makna kata tersebut mengalami makna yang merendahkan, yaitu makna kata yang pada akhirnya dianggap memiliki nilai rendah atau berkonotasi negatif. Kemudian ada elevasi atau ameliorasi, yaitu kata yang memiliki arti kata yang dianggap memiliki nilai atau konotasi positif dibandingkan dengan arti sebelumnya. 

Kata-kata yang dapat mengalami perkembangan, transformasi, atau perubahan makna biasanya terbatas pada kata-kata lengkap atau bentuk semantik otomatis, yaitu kata-kata dengan makna lengkap. Sedangkan untuk kata atau sinonim yaitu kata yang hanya bermakna bila digabungkan dengan kata atau kata lain hanya akan menambah atau mengurangi frekuensi penggunaannya. Misalnya, bentuk -tah jarang digunakan, dan bentuk baru penerimaan, kesinambungan, atau hubungan pelanggan telah muncul.

Kemungkinan perubahan atau transformasi makna tidak berlaku untuk semua kosakata yang ada, karena masih banyak kata-kata yang maknanya tidak pernah berubah dari dahulu hingga sekarang. Bahkan, jumlah ini mungkin lebih banyak daripada yang telah berubah atau telah berkembang. Pada saat pemeriksaan, transformasi, perkembangan, dan perubahan makna didasarkan pada faktor-faktor penyebab tertentu. Jadi, dari beberapa uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa perubahan makna adalah adalah evolusi penggunaan kata, yang biasanya sampai pada titik di mana makna modern menjadi sangat berbeda dari makna aslinya. Kasarnya, sebuah kata berubah dari bentuk aslinya karena beberapa penyebab.

B. Latar atau Faktor Penyebab Perubahan Makna

Seperti yang kita ketahui pada penjelasan sebelumnya, dalam bahasa Indonesia, kata yang bermakna kemungkinan besar akan berubah. Dalam waktu yang singkat arti kata tersebut akan tetap ada atau tidak berubah, tetapi dalam jangka waktu yang lama arti suatu kata dapat berubah. Perubahan makna adalah adalah evolusi penggunaan kata, yang biasanya sampai pada titik di mana makna modern menjadi sangat berbeda dari makna aslinya. Kasarnya, sebuah kata berubah dari bentuk aslinya karena beberapa penyebab. Ada beberapa latar belakang atau faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Pembangunan di Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi dapat menyebabkan perubahan makna suatu kata. Sebuah kata yang sebelumnya mengandung konsep makna yang sederhana, meskipun konsep makna yang terkandung di dalamnya telah berubah karena perspektif baru tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, itu masih digunakan. Contohnya istilah berlayar, dahulu hanya digunakan untuk kapal/perahu yang menggunakan tenaga angin, tetapi sekarang digunakan kapal/perahu dengan mesin diesel/turbin/uap, tetapi istilah berlayar masih digunakan untuk menyebut perjalanan air. Kemudian, ada kata sastra ini berarti ‘tulisan’ atau ‘huruf’; kemudian maknanya diubah menjadi ‘buku’; kemudian diubah menjadi ‘buku dengan isi dan bahasa yang baik’; dan sekarang yang disebut karya sastra adalah karya imajinatif dan kreatif. dan masih banyak lagi.

2. Pembangunan Sosial Budaya

Perkembangan masyarakat dalam hal sikap sosial dan budaya juga merupakan perubahan yang berarti. Jadi bentuk kata tetap sama, tetapi makna dan konsep yang dikandungnya berbeda. Contohnya pada istilah kekerabatan. Kata ‘saudara’ awalnya berarti ‘sekandung’, tetapi sekarang juga digunakan untuk menyebut orang lain, sebagai salam untuk sederajat, dan dua kata ‘bapak’ dan ‘ibu’ telah diperluas artinya.

3. Bidang Penggunaan yang Berbeda

Setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata sendiri, dan kosakata ini hanya memiliki arti tertentu di daerah itu. Misalnya dalam bidang pertanian (menggarap, membajak, panen, menabur, menanam, dsb), digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau bidang lain dalam perkembangannya, yang tentu saja memberikan arti baru atau arti lain.

4. Adanya Asosiasi

Ada hubungan antara bentuk wacana dengan hal-hal lain yang berkaitan dengan bentuk wacana. Contoh: suaranya sangat bagus/wajahnya sangat manis. Istilah asin dan manis adalah pertanyaan tentang silera lidah, tetapi mereka adalah respons terhadap pendengaran dan penglihatan.

5. Perbedaan Respons

Contohnya kata bini lebih menghina (peyoratif, nilai turun ke rendah), sedangkan kata istri dianggap baik (amelioratif, nilai naik ke tinggi). Dahulu, penggunaan kata istri sangat umum, biasanya digunakan untuk menyebut pasangan, tetapi karena reaksi yang berbeda, kata bini dianggap sebagai istilah yang menghina dibandingkan dengan kata istri.

6. Perkembangan Terminologi

Gunakan kosakata yang ada untuk memberinya arti baru, atau dengan mempersempitnya, memperluasnya, atau memberinya arti baru. Misalnya bilah ‘papan’ sekarang menjadi rumah/perumahan, baju ‘selendang’ sekarang berarti pakaian, dll.

7. Sifat Dasar dari Unsur-Unsur yang Melekat pada Bahasa

Makna sebuah kata tidak hanya dapat memiliki hubungan yang erat dengan kata lain, seperti kolokasi, diet, bentuk kata, dll, tetapi juga tumpang tindih. Misalnya, kecocokan yang sangat dekat antara kopi dan ‘minuman telah menyebabkan berkembangnya makna kopi itu sendiri’. Selain ‘buah’, kopi sendiri juga mengacu pada ‘bubuk’ dan ‘minuman’.

8. Proses Gramatikal

Misalnya, karena hubungan gramatikal dengan kota, istilah ibu pada akhirnya tidak merujuk pada ‘perempuan’, tetapi merujuk pada suatu tempat atau wilayah

9. Faktor Sejarah

Berkaitan dengan perjalanan bahasa itu sendiri dari generasi ke generasi, perkembangan konsep ilmiah, perkembangan kebijakan kelembagaan, dan perkembangan pemikiran dan objek untuk dimaknai. Misalnya, istilah ‘apresiasi’ dalam ‘Petunjuk Apresiasi dan Latihan Pancasila’ berbeda dengan apresiasi musik klasik.

10. Faktor Emosional

Faktor ini semacam perubahan makna yang ditandai dengan asosiasi, analogi, dan perbandingan dalam penggunaan bentuk-bentuk bahasa. Adanya asosiasi, analogi, dan perbandingan yang salah satunya mengarah pada keberadaan bentuk-bentuk metafora, antara lain antropomorfisme, perbandingan hewan, dan neuro-estetika. Metafora antropomorfik adalah susunan hubungan literal, yang seharusnya khusus untuk karakteristik manusia, tetapi terkait dengan benda mati. Misalnya pada kalimat pagi yang cerah, malam yang sunyi, belaian angin, dll. Metafora hewan adalah penggunaan hanya untuk hewan, tetapi terkait dengan benda mati dan manusia. Misalnya marksman, graffiti, kumis kucing, dll. Metafora sinestetik adalah untuk mentransfer asosiasi karakteristik semantik dari objek referensi ke objek referensi tertentu dengan sifat serupa. Misalnya, kata pedas yang hanya digunakan untuk sambal dialihkan ke percakapan atau kata-kata, dll.

C. Jenis Perubahan Makna

Perubahan makna kata meliputi perluasan, pengurangan, perubahan lengkap, pemulusan, pengkasaran, dll. Perubahannya adalah sebagai berikut:

  1. Meluas, yaitu pada awalnya hanya memiliki “makna” karena berbagai faktor, sehingga memiliki makna lain. Contohnya dapat dilihat pada kata saudara, dan bapak. Selain itu, pada kata baju. Kata baju dahulunya mengacu pada pakaian di atas pinggang, tetapi sekarang juga mengacu pada topi, dasi, celana, dan sepatu (makna yang ada masih berhubungan dengan aslinya/makna kebanyakan). Oleh sebab itu, makna ini disebut meluas.
  2. Menyempit. Arti sempit adalah gejala pada suatu kata, yang semula bermakna luas, kemudian terbatas pada satu makna. Contohnya istilah sarjana dahulunya digunakan untuk menyebut ‘orang yang cerdik dan pandai’, tetapi sekarang hanya digunakan untuk menyebut ‘orang yang telah lulus kuliah’. Istilah pendeta dahulunya merujuk pada ‘orang yang berpengetahuan’, tetapi sekarang hanya berarti ‘guru dalam agama Kristen’ dan seterusnya.
  3. Perubahan total, yaitu perubahan makna dari makna aslinya, meskipun masih ada kemungkinan serupa, tetapi jauh. Contohnya kata seni dahulunya hanya berarti air seni, tetapi sekarang berarti ‘hal-hal yang berhubungan dengan keindahan atau kreativitas’, kata pena dahulunya berarti ‘bulu angsa’, tetapi sekarang berarti ‘alat tulis tinta’. Kata kompleks dahulunya berarti ‘sesuatu yang rumit atau rumit’, tetapi sekarang berarti ‘sesuatu yang rumit secara teknologi’ dan masih banyak lagi.
  4. Penghalusan (eufemisme), yaitu menunjukkan kata atau bentuk yang dianggap lebih halus maknanya, atau lebih santun daripada kata atau bentuk yang diganti. Contohnya kata korupsi yang diperhalus menjadi ‘penyalahgunaan kekuasaan’, dan kata penjara menjadi ‘lembaga pemasyarakatan’.
  5. Pengasaran (disfemia), yaitu upaya mengganti kata-kata dengan makna halus atau biasa dengan kata-kata kasar (situasi tidak bersahabat atau jengkel atau afirmatif). Misalnya kata mengambil menjadi mencaplok, kata memasukkan ke penjara menjadi menjebloskan ke penjara.

Adanya perpindahan, perkembangan, dan perubahan makna membuktikan bahwa keberadaan bahasa tidak terlepas dari kreativitas dan mobilitas sosial masyarakat yang menggunakannya, dan keberadaan makna bahasa tidak terlepas dari kualitas bahasa tersebut. Perkembangan pengalaman, ilmu pengetahuan, dan tingkat sosial masyarakat yang menggunakannya.

D. Sebab Perubahan Kata

Menurut Antoine Meil Let, ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan makna, yaitu faktor bahasa, faktor sejarah, dan faktor masyarakat. Namun, ahli bahasa lain menyangkal hal ini, dengan alasan bahwa tiga faktor utama yang mungkin berbeda dari banyak faktor lain yang menyebabkan makna berubah meliputi:

  1. Perbedaan bidang pemakaian. Setiap bidang kehidupan atau aktivitas memiliki kosakata sendiri, dan kata-kata ini memiliki arti khusus hanya di bidang itu. Misalnya, dalam pertanian ada kata-kata seperti benih, membajak, menabur, menanam, pupuk, dan hama. Kata-kata yang telah menjadi kosakata dalam bidang tertentu dalam kehidupan sehari-hari dan penggunaannya dapat meninggalkan bidangnya dan digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosakata umum.
  2. Perkembangan sosial budaya. Perkembangan bidang sosial akan menyebabkan perubahan makna, suatu kata yang semula berarti “A” kemudian menjadi “B”, atau “C”, mungkin bentuk maknanya tetap sama, tetapi konsep makna yang dikandungnya telah berubah. Misalnya, kata ‘saudara’ dalam bahasa Sanskerta berarti ‘seperut’ atau ‘rahim.’ Meskipun kata saudara masih digunakan untuk berarti ‘orang yang lahir dalam rahim yang sama’, seperti menyatakan bahwa saya memiliki saudara laki-laki, itu juga berarti digunakan untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap setara atau memiliki status sosial yang sama. Seperti kalimat surat ‘Anda sudah saya terima atau kalimat di mana Anda tinggal?
  3. Tanggapan pertukaran indra. Panca indra kita sebenarnya memiliki tugas tertentu untuk menangkap gejala-gejala yang biasa muncul di dunia ini. Misalnya rasa pahit, manis, asam, biasanya ditangkap oleh rasa dan lidah. Pada saat yang sama, sensasi dingin, panas, dan sejuk biasa biasanya ditangkap oleh indra kulit. Gejala yang berhubungan dengan cahaya, seperti terang, gelap, dan redup, harus dirasakan oleh mata, sedangkan aroma harus dirasakan oleh hidung. Namun, dalam penggunaan bahasa, ada banyak situasi di mana kedua indra saling bertukar, seperti rasa pedas yang seharusnya tercermin dari rasa, dan sensasi lidah dan pendengaran atau telinga yang dipertukarkan, seperti nada bicara. Contohnya ‘Suaranya sedap di telinga, warnanya enak dipandang, suaranya berat, bentuknya manis, dsb‘.
  4. Kadang-kadang terjadi perubahan makna secara spontan dari satu kata ke kata lain. Perubahan ini agak mirip atau mirip, biasanya dalam penelitian kebahasaan, termasuk majas. Ini biasanya terjadi di lingkungan yang berbeda, dan istilah yang sama memiliki arti yang berbeda untuk anak-anak dan orang dewasa.
  5. Pembangunan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makna suatu kata berubah. Sekalipun konsep makna yang terkandung telah berubah karena sudut pandang baru atau teori baru atau perkembangan teknologi di bidang ilmu pengetahuan, kata-kata yang sebelumnya mengandung konsep makna sederhana masih dapat digunakan. Perubahan makna sastra dari makna tulisan menjadi makna imajinasi karya merupakan salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Demikian pula, istilah pelayaran dan kereta api masih digunakan sampai sekarang, meskipun maknanya mungkin berbeda dan lebih modern.

E. Bentuk Perubahan Makna

Sejak zaman Aristoteles, ahli tata bahasa dan Balagues telah mencoba mengubah makna dalam studi perakitan dan penalaran. Mereka coba memasukkan adalah unsur majas sebagai alasan keindahan atau gaya bahasa. Ketika para linguis menangani penelitian ini, mereka mencoba memperbaiki makna transfer makna tanpa mengungkapkan isi unsur-unsur sastra.

  1. Perluasan makna. Pelebaran makna atau perluasan makna adalah pemindahan makna dari konkret ke umum. Dengan kata lain, perubahan kata berwawasan luas adalah menunjukkan suatu gejala pada suatu kata atau leksem pada mulanya yang hanya memiliki satu makna, tetapi kemudian memiliki makna lain karena berbagai faktor. Seperti halnya kata ‘kakak’, yang sebenarnya berarti ‘saudara laki-laki dan perempuan’, tetapi kemudian diperluas maknanya kepada ‘siapa saja yang layak dianggap sebagai saudara laki-laki atau perempuan’.
  2. Pengurangan makna. Menurut Ibrahim Anis, pengurangan atau reduksi makna adalah perubahan makna dari umum ke khusus atau penyempitan bidangnya. Hal ini juga dapat disebut sebagai suatu gejala yang muncul pada suatu kata yang pada mulanya mempunyai arti yang cukup luas, kemudian hanya menjadi pengertian yang terbatas. Misalnya, kata cendekiawan pada awalnya berarti ‘orang yang pandai atau cendekia’. Sekarang persempit ruang lingkupnya, hanya mengacu pada lulusan universitas, seperti yang ditunjukkan oleh frasa seperti gelar sarjana hukum, sarjana sastra, dsb.
  3. Perubahan lengkap. Perubahan total berarti bahwa arti suatu kata benar-benar berubah dari arti aslinya. Misalnya, kata ‘ceramah’ yang semula berarti latah, tetapi kini menjadi pidato atau uraian. Kata pena pada awalnya berarti bulu, namun kini maknanya telah berubah total, yaitu ‘alat tulis yang menggunakan tinta’. Kata ‘kompleks’ dalam kamus Poerwadaminta berarti ‘banyak yang cakap dan cerewet’, tetapi arti ini tidak lagi ada dalam frasa ‘peralatan presisi, teknologi canggih, dan mesin presisi’.
  4. Penghalusan (eufemisme). Perubahan makna dengan menunjukkan gejala kata atau bentuk yang dianggap lebih halus atau lebih santun dari kata yang diganti. Misalnya mengubah kata penjara menjadi kata yang lebih halus yaitu lembanga pemasyarakatan, kata buta dihaluskan menjadi tunanetra, dsb.
  5. Pengasaran (disfemia), yaitu berusaha mengganti kata yang maknanya lebih halus atau biasa dengan kata yang maknanya kasar. Hal ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak ramah atau menunjukkan kemarahan. Misalnya kata masuk kotak untuk mengganti kata kalah, atau kata mendepak untuk mengganti kata mengeluarkan. Menjebloskan mengganti kata memasukkan, seperti dalam kalimat polisi menjebloskannya ke dalam sel.
  6. Asosiasi atau pengalihan makna. Ada juga perubahan makna karena kesamaan sifat. Misalnya pada kalimat kursi itu telah lama diidamkannya, atau saya naik garuda ke Medan. Kata kursi pada kalimat di atas berasosiasi atau bersamaan ‘sifat dengan kedudukan, jabatan atau posisi’. Sedangkan kata ‘garuda’ atau ‘elang’ sebangsa besar diasosiasikan dengan ‘pesawat udara atau kapal terbang yang bernama Garuda Indonesia Airways’. 

F. Daftar Referensi

  • Aminuddin. (2008). Semantik: Pengantar Studi tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo
  • Chaer, Abdul. (1995). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Parera, J.D. (2004). Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.
  • Umar, Ahmad Mukhtar. (1982). Ilmu al-Dalalahal. Kuwait: Maktabah Dar al-Arubah Li An-Nasyr wa at-Tauzi’.

G. Unduh (Download) Resume Perubahan Makna dan Penyebabnya

PDF
Perubahan Makna dan Penyebabnya.pdf
Download

Leave a Comment