Kode Etik dalam Bimbingan dan Konseling (BK)

Kode Etik Bimbingan dan Konseling (BK)

Kode etik adalah regulasi dan norma perilaku profesional yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi dalam menjalankan tugas profesi dalam kehidupannya di dalam masyarakat.

A. Kode Etik Bimbingan dan Konseling (BK)

Konseling adalah proses pemberian layanan bantuan yang pelaksanaannya dilandasi oleh pengetahuan profesional. Sehingga dapat dipahami bahwa penyuluhan tidak dapat dilakukan dengan sembarangan, tetapi konselor harus memiliki keahlian khusus. Keterampilan tersebut tidak hanya terbatas pada kompetensi profesional, yaitu bagaimana konselor mampu memahami dan mengaplikasikan teori layanan konseling, tetapi secara lebih luas konselor harus memenuhi dirinya dengan kompetensi personal, sosial, dan pedagogik. Berdasarkan ciri-ciri yang telah diuraikan di atas, maka setiap konselor karier harus dibarengi dengan pelaksanaan tugasnya dengan etika khusus. Etika dalam proses konseling telah diatur dalam bentuk kode etik profesi sehingga konselor dapat dengan mudah memahami, menghayati, dan melaksanakannya.

Menurut Sunaryo Kartadinata (1998), kode etik adalah regulasi dan norma perilaku profesional yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi dalam menjalankan tugas profesi dalam kehidupannyadi dalam masyarakat.

Menurut Abkin (2006: 94) kode etik merupakan suatu aturan yang melindungi profesi dari campur tangan pemerintah, mencegah ketidaksepakatan internal dalam suatu profesi, dan melindungi atau mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku malapraktik. Selanjutnya Abkin juga mengemukakan bahwa kekuatan dan eksistensi suatu profesi muncul dari kepercayaan publik. Etika konseling harus melibatkan kesadaran dan komitmen untuk memelihara pentingnya tanggung jawab melindungi kepercayaan klien. 

Abkin mengemukakan bahwa penegasan identitas profesi bimbingan dan konseling harus diwujudkan dalam implementasi kode etik dan supervisinya. Sunaryo Kartadinata (1998) menjelaskan bahwa penegakan dan penerapan kode etik bertujuan untuk (1) menjunjung tinggi martabat profesi; (2) melindungi masyarakat dari perbuatan malapraktik; (3) meningkatkan mutu profesi; (5) menjaga standar mutu dan status profesi, dan (6) penegakan ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang disandangnya. 

Kode etik bimbingan dan konseling yang ada di Indonesia sebagaimana disusun oleh ABKIN (2006: 69), memuat hal-hal berikut:

  1. Kualifikasi; konselor wajib memiliki (a) nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang bimbingan dan konseling, serta dapat (b) memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangannya sebagai konselor.
  2. Informasi, testing, dan riset; konselor wajib melakukan yaitu (a) penyimpanan dan penggunaan informasi, (b) testing (diberikan kepada konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya), dan (c) riset (menjaga prinsip-prinsip sasaran riset serta kerahasiaan).
  3. Proses pada pelayanan; (a) hubungan dalam pemberian pada pelayanan, dan (b) hubungan dengan klien.
  4. Konsultasi dan hubungan dengan rekan sejawat atau ahli lain; (a) pentingnya berkonsultasi dengan sesama rekan sejawat; dan (b) alih tangan kasus apabila tidak dapat memberikan bantuan kepada klien tersebut.
  5. Hubungan kelembagaan; memuat mengenai aturan pelaksanaan layanan konseling yang berhubungan dengan kelembagaan.
  6. Praktik mandiri dan laporan kepada pihak lain; (a) konselor praktik mandiri, menyangkut aturan dalam melaksanakan konseling secara privat, dan (b) laporan kepada pihak lain.
  7. Ketaatan kepada profesi, (a) pelaksanaan hak dan kewajiban, serta (b) pelanggaran terhadap kode etik.

Selanjutnya Uman Suherman (2007) menegaskan bahwa seorang konselor hendaknya menunjukkan sikap dan perilaku sebagai berikut, yaitu (1) berusaha menciptakan suasana dan hubungan konseling yang kondusif, (2) berusaha menjaga sikap objektif terhadap klien, (3) mengeksplorasi faktor penyebab masalah-masalah psikologis, baik masa lalu maupun masa kini, (4) menentukan kerangka rujukan atau perangkat kognitif terhadap kesulitan klien dengan cara yang dapat dimengerti klien, (5) konseling memiliki strategi untuk mengubah kembali perilaku salah suai, keyakinan irasional, gangguan emosi dan menyalahkan diri sendiri, (6) mempertahankan transfer pemahaman tentang perilaku baru yang diperlukan klien dalam kehidupan sehari-harinya, (7) menjadi model atau contoh sosok yang memiliki sikap sehat dan normal, (8) menyadari kesalahan yang pernah dibuat dan risiko yang dihadapi, (9) dapat dipercaya dan mampu menjaga kerahasiaan, (10) memiliki orientasi diri yang selalu berkembang, dan (11) ikhlas dalam menjalankan profesinya. Abkin menegaskan bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sanksi berdasarkan oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.

B. Ruang Lingkup Kode Etik Bimbingan dan Konseling (BK)

Menjadi guru bimbingan dan konseling tidak cukup hanya mengandalkan syarat-syarat yang telah ditentukan, akan tetapi untuk menjadi guru bimbingan dan konseling diperlukan pemahaman yang mendalam tentang etika memberikan layanan terhadap peserta didik. Etika sendiri adalah sebuah prinsip moral, etika suatu budaya yang dianut dan aturan-aturan tentang tindakan yang berkenaan dengan perilaku suatu kelompok atau organisasi.

Seperti yang kita ketahui sebelumnya, kode etik bimbingan dan konseling adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara para pekerja atau anggota dengan masyarakat.

Adapun ruang lingkup kode etik sebagai guru bimbingan dan konseling meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki, kewenangan, dan kewajiban profesi bimbingan dan konseling, serta cara-cara pelaksanaan layanan yang dilakukan dalam kegiatan profesi. Berdasarkan ruang lingkup tersebut, hal-hal pokok yang harus diperhatikan oleh seorang konselor antara lain:

  1. Pemahaman terhadap substansi dan spektrum permasalahan kode etik profesi bimbingan dan konseling beserta analisis pengembangan solusinya.
  2. Martabat profesi bimbingan dan konseling yang dilihat dari teoretis, strategis, maupun praktiknya, melingkupi pelayanan yang bermanfaat, pelaksanaan yang bermandat, dan pengakuan yang sehat yang terinci dalam kompetensi konselor, fasilitas praktik, manajemen praktik beserta kelembagaannya.

Kode etik ini menjadi panduan dan landasan kerja setiap guru bimbingan dan konseling dalam memberikan pelayanan kepada setiap peserta didik. Sehingga, setiap perilaku dan kegiatan layanan yang diberikan guru bimbingan dan konseling bersumber pada kode etik profesi bimbingan dan konseling (Rahardjo, 2018). 

Perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi bimbingan dan konseling dituntut untuk mencetak konselor atau guru bimbingan dan konseling yang profesional. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh salah satu mahasiswa bimbingan dan konseling yang memiliki persepsi awal, bahwa bimbingan dan konseling sangat penting bagi dunia pendidikan, karena bimbingan dan konseling sebagai tempat konsultasi bagi peserta didik, serta tempat peserta didik mendapatkan penjelasan yang detail tentang kepribadian, kehidupan sosial, cara belajar yang baik, karier studi lanjut dan pekerjaan. Sehingga, ia berharap agar penyelenggara program studi bimbingan dan konseling di pendidikan tinggi dikelola lebih baik dari waktu ke waktu. 

C. Sanksi Kode Etik Bimbingan dan Konseling (BK)

Kode etik bimbingan dan konseling di Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan, dan diamankan oleh setiap anggota Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.[ Ibid., 8] Pertanyaannya, apakah orang yang bertugas memberi layanan bimbingan dan konseling belum atau tidak menjadi anggota ABKIN berarti tidak perlu mengamalkan kode etik? Apakah kode etik hanya wajib dipatuhi oleh anggota dan pengurus organisasi profesi bimbingan dan konseling (ABKIN) saja? Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus dimulai dari penjelasan kata ”anggota” ABKIN. 

Dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN Bab III diatur tentang keanggotaan. Ada tiga keanggotaan ABKIN, yaitu anggota biasa (bab III Pasal 4); anggota luar biasa (Bab III pasal 5); dan anggota kehormatan (Bab III pasal 5). Jika dicermati penjelasan ketiga keanggotaan ABKIN tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap individu yang mempunyai ijazah di bidang bimbingan dan konseling dan atau sedang mengikuti pendidikan bidang bimbingan dan konseling, serta menjalankan tugas atau jabatan yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling, baik dalam latar pendidikan maupun latar masyarakat wajib mematuhi kode etik profesi bimbingan dan konseling.  

Pertanyaan selanjutnya, apa sanksi bagi mereka yang tidak mematuhi kode etik profesi bimbingan dan konseling tersebut? dan siapa yang berwenang memberi sanksi terhadap konselor yang melanggar kode etik? Dalam kode etik BK dinyatakan bahwa “Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sanksi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia”. Bentuk-bentuk sanksi sebagaimana yang disebutkan di atas dalam pelaksanaannya tidak selalu berjalan mulus. Hal itu disebabkan oleh adanya rasa solidaritas yang tertanam kuat dalam anggota-anggota profesi. 

Seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Secara umum sanksi pelanggar kode etik diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sanksi moral dan sanksi dikeluarkan dari organisasi. Sanksi moral misalnya merasa bersalah, krisis atau hilang rasa percaya diri, dsb. Sedangkan sanksi organisasi yang lebih efektif dan mudah dikontrol. Sekurang-kurangnya ada lima bentuk sanksi bagi pelanggar kode etik profesi konselor, yaitu:

  1. Memberikan teguran secara lisan.
  2. Memberikan surat peringatan (SP 1, 2, dan 3) secara tertulis.
  3. Pencabutan keanggotaan ABKIN dengan tidak hormat.
  4. Pencabutan lisensi bagi yang berpraktik mandiri atau dikeluarkan dari lembaga terkait.
  5. Apabila terkait dengan permasalahan hukum atau kriminal maka akan diserahkan kepada pihak yang berwenang.

D. Daftar Referensi

  • ABKIN. (2006). Panduan Pengembangan Diri. Jakarta.
  • Rahardjo, S., & Kusmanto, A. S. (2018). PELAKSANAAN KODE ETIK PROFESI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING. JURNAL KONSELING GUSJIGANG, 3(2).
  • Sunaryo Kartadinata, dkk. (1998). Bimbingan di Sekolah Dasar. Bandung: Depdikbud.
  • Suherman, Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bekasi: Madani Production. 

E. Unduh (Download) Resume Kode Etik dalam Bimbingan dan Konseling (BK)

PDF
Kode Etik dalam Bimbingan dan Konseling (BK).pdf
Download

Leave a Comment