Gaya Bahasa dan Majas dalam Semantik

Gaya Bahasa dan Majas dalam Semantik

Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian pengarang dalam mengolah teks. Cakupan gaya bahasa sangat luas, tidak hanya menyangkut persoalan kata, tetapi juga rangkaian kata, termasuk frasa, klausa, kalimat, dan keseluruhan ujaran. Termasuk kemampuan pengarang dalam memilih ekspresi. Oleh sebab itu, berikut ini akan diuraikan mengenai pengertian gaya bahasa, jenis-jenis gaya bahasa, pengertian majas, dan jenis-jenis majas.

A. Gaya Bahasa

1. Pengertian Gaya Bahasa

Sudjiman menyatakan bahwa gaya bahasa sebenarnya dapat digunakan dalam berbagai bahasa, termasuk varian lisan, tulisan, nonsastra, dan sastra. Hal ini dikarenakan gaya bahasa adalah cara sebagian orang menggunakan bahasa dalam konteks tertentu dalam beberapa kegunaan. Namun, gaya bahasa tradisional selalu dikaitkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tulis. Gaya bahasa meliputi pilihan kata atau kosakata, struktur kalimat, retorika dan gambar, pola rima, serta dimensi yang digunakan pengarang yang termasuk juga dalam karya sastra. 

Jorgensen dan Phillips mengatakan bahwa gaya bahasa bukan hanya saluran, tetapi juga alat untuk menggerakkan dan menata kembali dunia sosial itu sendiri. Selain itu, gaya bahasa penulis dan pembaca menurut Simpson berdedikasi untuk mengeksplorasi keterampilan berbahasa, terutama bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, gaya bahasa memperkaya cara berpikir, cara memahami, dan cara memperoleh esensi budaya umum.

Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis, yang diperoleh melalui kreativitas ekspresi bahasa, yaitu bagaimana pengarang memperlakukan bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasan. Pengungkapan bahasa sastra mencerminkan sikap dan perasaan pengarang, serta dapat digunakan untuk memengaruhi sikap dan perasaan pembaca. Untuk itu, bentuk ekspresi bahasa harus efektif dan mampu secara tepat mendukung ide-ide estetis sebagai karya. Kekhususan, ketepatan, dan kebaruan bentuk ekspresi yang dipilih oleh imajinasi dan kreativitas pengarang dalam mengungkapkan bahasa dan pikiran sangat menentukan efektivitas kata-kata atau karya yang dihasilkan. Dapat dikatakan bahwa bahasa akan menentukan nilai penciptaan karya sastra.

Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian pengarang dalam mengolah teks. Cakupan gaya bahasa sangat luas, tidak hanya menyangkut persoalan kata, tetapi juga rangkaian kata, termasuk frasa, klausa, kalimat, dan keseluruhan ujaran. Termasuk kemampuan pengarang dalam memilih ekspresi. Ekspresi tersebut menentukan keberhasilan, keindahan, dan rasionalitas karya yang merupakan hasil ekspresi diri. Senada dengan hal tersebut, Endraswara juga mengemukakan bahwa gaya bahasa merupakan seni yang dipengaruhi oleh hati nurani. Melalui gaya bahasa sastrawan menuangkan idenya. 

Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara unik untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Keistimewaan gaya bahasa ini adalah kata-kata yang dipilih tidak secara langsung menjelaskan makna yang sebenarnya.

2. Jenis-Jenis Gaya Bahasa

Perrin membagi gaya bahasa menjadi tiga jenis, yaitu: (1) perbandingan meliputi metafora, kesamaan, dan analogi; (2) perbandingan meliputi hubungan antara metonimi dan metafora; dan (3) perbandingan meliputi pernyataan berlebihan, sindiran, dan ironis. Moeliono juga membedakan gaya bahasa menjadi tiga, yaitu: (1) perbandingan yang meliputi perumpamaan metafora, dan penginsanan; (2) pertentangan yang meliputi hiperbola, litotes, dan ironi; (3) pertautan yang meliputi metonimia, sinekdoke, kilatan, dan eufemisme. Sementara itu, Ade Nurdin dkk, berpendapat gaya bahasa dibagi menjadi lima golongan, yaitu: (1) gaya bahasa penegasan, yang meliputi repetisi, paralelisme; (2) gaya bahasa perbandingan, yang meliputi hiperbola, metonimia, personifikasi, perumpamaan, metafora, sinekdoke, alusio, simile, asosiasi, eufemisme, pars pro toto, epitet, eponim, dan hipalase; (3) gaya bahasa pertentangan yang mencakup paradoks, antithesis, litotes, oksimoron, histeron, proteron, dan okupasi; (4) gaya bahasa sindiran meliputi ironi, sinisme, innuendo, meiosis, sarkasme, satire, dan antifrasis; dan (5) gaya bahasa perulangan meliputi aliterasi, antanaklasis, anaphora, anadiplosis, asonansi, simploke, mesodiplosis, epanalipsis, dan epizeuxis”.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa gaya bahasa dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa perulangan, (3) gaya bahasa sindiran, (4) gaya bahasa pertentangan, dan (5) gaya bahasa penegasan.

a. Perbandingan
Pradopo berpendapat bahwa gaya bahasa perbandingan adalah bahasa metafora yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata perbandingan, seperti, kata bak, bagai, seumpama, laksana dan kata-kata perbandingan lainnya. Adapun gaya bahasa perbandingan ini meliputi hiperbola, metonimia, personifikasi, pleonasme, metafora, sinekdoke, alusi, simile, asosiasi, eufemisme, epitet, eponim, dan hipalase.

  • Hiperbola, adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan berlebihan tentang kenyataan, contoh: hati Bima hancur mengenang dia, berkeping-keping jadinya
  • Metonimia, adalah penggunaan nama-nama terkenal atau nama-nama benda yang melekat pada benda, misalnya: Ayah membeli kijang
  • Personifikasi, adalah gaya bahasa yang memprediksi benda mati seolah-olah hidup, contoh personifikasi pada kalimat pidatonya memecah suasana
  • Gaya bahasa perumpamaan, yaitu perbandingan dua hal yang hakikatnya berlainan dan yang sengaja dianggap sama. Hal tersebut akan terlihat jelas pada contoh berikut ini: setiap hari tanpamu laksana buku tanpa halaman
  • Gaya bahasa pleonasme, adalah gaya dengan menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya, contoh: ia menyalakan lampu kamar, membuat supaya kamar menjadi terang.
  • Metafora, adalah gaya bahasa yang membandingkan secara implisit yang tersusun singkat, padat, dan rapi. Adapun contohnya pada kalimat generasi muda adalah tulang punggung negara. 
  • Gaya bahasa alegori adalah kata yang digunakan sebagai lambang untuk pendidikan serta mempunyai kesatuan yang utuh, contoh: hati-hatilah kamu dalam mendayung bahtera rumah tangga, mengarungi lautan, kehidupan yang penuh dengan badai dan gelombang. Apabila suami istri, antara nakhoda dan juru mudinya itu seia sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya ia akan sampai ke pulau tujuan
  • Sinekdoke, adalah gaya bahasa yang menggunakan nama sebagian untuk seluruhnya atau sebaliknya, contoh: akhirnya Maya menampakkan batang hidungnya
  • Alusio, adalah gaya bahasa yang menunjuk sesuatu secara tidak langsung kesamaan antara orang, peristiwa atau tempat, contoh: memberikan barang atau nasihat seperti itu kepadanya, engkau seperti memberikan bunga kepada seekor kera
  • Simile, adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Contoh: caranya bercinta selalu mengagetkan, seperti petasan
  • Asosiasi, adalah gaya bahasa yang berusaha membandingkan sesuatu dengan hal lain yang sesuai dengan keadaan yang digambarkan. Adapun contohnya pada kalimat wajahnya pucat pasi bagaikan bulan kesiangan.
  • Eufemisme adalah gaya bahasa yang berusaha menggunakan ungkapan-ungkapan lain dengan maksud memperhalus, contohnya kaum tuna wisma makin bertambah saja di kotaku
  • Epitet, adalah gaya bahasa berwujud seseorang atau suatu benda tertentu sehingga namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu, contohnya pada kalimat raja siang sudah muncul, dia belum bangun juga (matahari)
  • Eponim, adalah pemakaian nama seseorang yang dihubungkan berdasarkan sifat yang sudah melekat padanya, contoh: kecantikannya bagai Cleopatra.
  • Hipalase adalah sebuah kata tetapi sebenarnya kata tersebut untuk menjelaskan kata yang lain, contoh dia berenang di atas ombak yang gelisah.

b. Perulangan
Ade Nurdin, dkk, berpendapat bahwa gaya bahasa perulangan adalah gaya bahasa yang mengulang kata demi kata entah itu yang diulang bagian depan, tengah, atau akhir, sebuah kalimat. Gaya bahasa perulangan ini meliputi: aliterasi, anadiplosis, epanalipsis, epizeuxis, mesodiplosis, dan anafora

c. Sindiran
Keraf berpendapat bahwa gaya bahasa sindiran atau ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Jadi yang dimaksud dengan gaya bahasa sindiran adalah bentuk gaya bahasa yang rangkaian kata-katanya berlainan dari apa yang dimaksudkan. Gaya bahasa sindiran ini meliputi: meiosis, sinisme, ironi, innuendo, antifrasis, sarkasme, dan satire.

d. Pertentangan
Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang maknanya bertentangan dengan kata-kata yang ada. Gaya bahasa pertentangan meliputi: litotes, paradoks, histeron proteron, antithesis, oksimoron, dan okupasi.

e. Penegasan
Gaya bahasa penegasan adalah gaya bahasa yang mengulang kata-katanya dalam satu baris kalimat. Gaya bahasa penegasan meliputi: paralelisme, erotesis, klimaks, repetisi, dan anti klimaks.

B. Majas   

1. Pengertian Majas

Beberapa orang berpikir bahwa majas dan gaya bahasa adalah hal yang sama. Namun, majas sebenarnya adalah bagian dari gaya bahasa itu sendiri. Majas adalah bahasa kiasan, bahasa yang digunakan untuk menghasilkan efek tertentu. Majas adalah suatu bentuk retorika yang bertujuan untuk menciptakan kesan imajinatif bagi penonton atau pembacanya. Majas adalah bahasa kiasan, yang dapat membuat atau meningkatkan efek dan menghasilkan konotasi tertentu. Majas dapat dimanfaatkan oleh para pembaca atau penulis untuk menjelaskan gagasan mereka.

2. Jenis-Jenis Majas

Pada umumnya majas dibedakan menjadi empat macam, yaitu: (1) majas penegasan, (2) majas perbandingan, (3) majas pertentangan, dan (4) majas sindiran. Oleh sebab itu, di bawah ini akan disajikan penjelasan dari keempat jenis majas tersebut.

a. Pertentangan
Majas ini terdiri dari beberapa jenis. Adapun jenisnya, yaitu: 

  • Antitesis, mengungkapkan sesuatu dengan kata yang berlawanan. Contohnya pada kalimat orang miskin dan kaya punya kedudukan sama di mata Tuhan, pembedanya hanya amal.
  • Paradoks, menjelaskan pertentangan mengenai pernyataan dan fakta. Contohnya pada kalimat jiwanya sepi di tengah ramainya festival.
  • Anakronisme, menerangkan ketidaksesuaian peristiwa dengan waktu yang ada. Contohnya pada kalimat baru lahir, bayi itu langsung bicara.
  • Oksimoron, menjabarkan pertentangan dengan kata yang berlawanan dalam frasa yang sama. Contohnya pada kalimat kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda.
  • Kontradiksi Interminus, menyatakan sangkalan kepada pernyataan sebelumnya. Contohnya pada kalimat, mahasiswa yang tidak memiliki urusan dilarang datang, kecuali panitia.

b. Perbandingan
Majas ini juga terdiri atas beberapa jenis, yaitu:

  • Metafora, mengungkapkan perbandingan dua benda dengan singkat. Contohnya dapat dilihat pada kalimat rumahku surgaku.
  • Sinestesia. menukar dua alat indra yang berbeda. Contoh: orang itu terkenal pahit pada temannya.
  • Simile, pengibaratan yang ditandai dengan kata seperti, layaknya, ibarat, bagaikan, seperti, dan sebagainya. Contoh: engkau ibarat bungai bangkai bagiku, besar indah, tetapi bau.
  • Alegori. mengungkapkan sesuatu dengan peristiwa lain. Contoh: kehidupan sama seperti roda, kadang di bawah, kadang di atas.
  • Metonimia, penggunaan nama merek untuk menyebut benda. Contoh: hausnya hilang setelah minum Aqua.
  • Hiperbola, memberikan kesan berlebihan terhadap kenyataan. Contoh: teriakannya terdengar seperti petir.
  • Personifikasi, menggambarkan benda mati seolah hidup. Contoh: lampu menyeringai memperlihatkan sinarnya.
  • Eufemisme, penggunaan kata yang halus untuk mengurangi tingkat kekasaran kata. Contoh: beberapa karyawan dirumahkan (beberapa karyawan dipecat).
  • Simbolik menggunakan simbol untuk maksud tertentu. Contohnya pada kalimat banyak kupu-kupu malam di tempat ini.

3. Penegasan
Majas penegasan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

  •  Repetisi, mengulang kata dalam maksud mengungkapkan pentingnya sesuatu. Contoh: bukan uang, bukan rumah, bukan tanah, yang terpenting anakku.
  • Pleonasme, gagasan yang diungkap secara berlebihan dengan keterangan yang tidak dibutuhkan. Contoh: kami mendengar kabar itu dengan telinga kami sendiri.
  • Tautologi, mengulang kata dengan memanfaatkan sinonimnya. Contoh: apa maksud dan tujuanmu datang ke sekolah.
  • Retoris, bertanya mengenai sesuatu yang sudah ada jawabannya dalam pertanyaan. Contoh: manusia seperti apa yang tidak butuh uang.
  • Interupsi. menambahkan keterangan tambahan pada sebuah kalimat. Contoh: Ani, siswa peringkat satu di kelas, bermain bola.

4. Sindiran
Majas ini terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

  • Ironi, menyatakan sesuatu dengan kata yang berlainan dan bertolak belakang. Contoh: rapormu bagus, ada warna merahnya.
  • Sarkasme, mengungkapkan pernyataan sindiran kasar. Contoh: monyet! Jangan macam-macam kau.
  • Sinisme, sindiran terhadap sesuatu yang baik. Contoh: engkau memang wangi, hingga lalat mati di sampingmu.
  • Innuendo, menurunkan kebenaran fakta yang ada. Contoh: Doni cepat kaya, ternyata ia pakai pesugihan.

C. Daftar Referensi

  • Keraf, Gorys. (2004). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Moeliono, Anton. M. (1989). Kembara Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.
  • Nurdin, Ade dkk. (2002). Inti Sari Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Kelas 1,2,3 SMU. Bandung: CV Pustaka Setia.
  • Pradopo, Rachmat Djoko. (2005). Beberapa Teori Sastra, Metode, Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Ratna, Nyoman Kutha. (2009). Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Sayuti, Suminto. A. (2000). Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.
  • Sudjiman, Panuti. (1998). Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Tarigan, Henry Guntur. (1995). Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
  • ______. (2011). Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

D. Unduh (Download) Resume Gaya Bahasa dan Majas dalam Semantik

PDF
Gaya Bahasa dan Majas dalam Semantik.pdf
Download

Leave a Comment